I. WONG URIP NGERTI URIPE.......II. WONG URIP ISO MATI SAKJRONING URIP.......III. WONG URIP ISO MBALIK NANG SING GAWE URIP

Minggu, 12 Desember 2010

HARMONI KELUARGA : Imam di dunia dan akhirat





"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At Tahriim - 66:6)


Seorang laki-laki yang telah berkeluarga mempunyai tanggung jawab yang sangat berat, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap keluarganya.
Pertama-tama dia harus yakin telah mampu menyelamatkan dirinya dari api neraka, kemudian dari kemampuannya itu dia harus berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan keluarganya, sungguh tugas yang tidak mudah dan perlu kegigihan.
Bisa saja dia mampu menyelamatkan dirinya, tapi karena berbagai faktor dia kesulitan untuk menyelamatkan anak dan istrinya.
Tidak dapat dipungkiri, umumnya seseorang sudah 'terlanjur' berkeluarga baru menemukan 'shirathal-mustaqim' sedangkan anak dan istri juga telah 'terlanjur' ter-dogma oleh pengertian-pengertian yang kurang tepat, sehingga sedikit banyak akan menimbulkan benturan-benturan dalam menyamakan visi dan misi suatu keluarga.
Jadi idealnya, sebelum berkeluarga seorang laki-laki harus mampu menyelamatkan dirinya dahulu, hal ini memudahkan dia dalam menunaikan tugasnya sebagai imam dalam keluarga karena penyamaan visi dan misi dalam berkehidupan dapat dimulai dari awal.

"Dan orang-orang yang beriman, serta anak-cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan (dan pertemukan) anak-cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang telah dikerjakannya (didunia)"
"Didalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tidak pula perbuatan dosa" (Ath Thuur 52: 21 & 23)


Alangkah indahnya janji Allah seperti yang tertuang dalam firman diatas, janji Allah untuk seseorang yang sukses menjadi imam di dunia dan akhirat.
Subhanallah.....segala puji hanya bagiNya, seandainya kita mampu menjadi imam yang sebenar-benarnya imam bagi keluarga kita di dunia, maka kita akan langsung dipertemukan kembali di akhirat sebagai keluarga..., jadilah keluarga kita sebagai keluarga yang 'abadi'... keluarga di dunia dan akhirat..., 'abadi' dalam suka-cita.

Semoga tulisan ini dapat memotifasi diri saya sendiri dan juga teman-teman, dan semoga pula Allah SWT mengijinkan kita semua untuk dapat menjadi imam yang sebenar-benarnya imam.Maaf seandainya ada yang kurang berkenan, wassalam.


( 2 )
Istri sebagai pendamping yang menentramkan hati
_______________________________________


"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari padanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak...." (An Nisaa' 4: 1)
"Dialah yang menciptakan kamu dari satu diri (Adam) dan dari padanya Dia menciptakan istrinya (Hawa), agar dia (Adam) merasa tentram...." (Al A'raaf 7: 189)


Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa semua diri manusia termasuk Hawa tercipta dari satu diri yaitu dari Adam.
Jadi Hawa juga keturunan Adam, hanya kejadiannya yang berbeda dengan keturunan Adam yang lainnya.
Hawa (istri Adam) diciptakan Allah langsung dari unsur Adam, boleh jadi Hawa tercipta dari pemecahan genosom X yang 'diambi' dari genosom Adam yang XY (genosom laki-laki) menjadi XX (genosom wanita/Hawa).
Sedangkan keturunan Adam lainnya (termasuk kita) penciptaannya melalui perantara ayah dan ibu, yaitu melalui pertemuan sel sperma yang ber-genosom X atau Y den sel telur yang pasti ber-genosom X.

Allah menciptakan Hawa (istri Adam) dengan tujuan yang jelas yaitu mendampingi Adam agar Adam tentram, inilah hakekat peranan seorang istri.
Seorang istri harus menyadari peranan dan 'tugas' yang di amanahkan Allah kepadanya, yaitu mendampingi sang suami yang mempunyai tugas menyelamatkan istri dan anak-anaknya dari api neraka (Harmoni Keluarga-1).
Tugas seorang suami memang amat berat, tapi tugas seorang istri juga tidak kalah beratnya, dibutuhkan ketulusan agar sang suami dapat menjadi imam yang benar, dibutuhkan manajerial yang baik dan dinamis agar sang suami tetap dalam koridornya, dibutuhkan kelembutan dan ketenangan agar suami dan anak-anaknya merasa tentram....., sungguh tugas yang tidak mudah, terpujilah seorang wanita yang mengerti untuk apa dia diciptakan.

Oleh sebab itu keharmonisan suami-istri dalam penyatuan visi dan misi menjadi hal yang sangat penting agar terjadi saling mendukung, saling mengisi, sehingga kebahagiaan yang hakiki di akhirat yang menjadi tujuan hidup setiap individu dan keluarga tercapai.
Memang hal ini tidak mudah untuk digapai, apalagi ditengah perjalanan perkawinan kita, tapi bukankah dunia ini tempat kita berjuang?
Bukankah lebih baik berjuang sekarang..., selagi masih menjadi manusia seutuhnya daripada menyesal nanti.

Sekian dahulu, semoga tidak mengecewakan dan maaf kalau ada yang kurang berkenan, wassalam.


( 3 )
Nassaf dan Hubungan ayah & anak
__________________________

Nassaf berasal dari kata: NAS yang berarti manusia dan SAF yang bermakna urutan/saf.
Secara umum nassaf diartikan sebagai garis keturunan, baik dari atas maupun kebawah.
Menurut saya nassaf mempunyai makna yang lebih spesifik, yaitu: keturunan yang didasari oleh faktor ke-imam-an atau ke-khalifah-an.
Sebagai bani Adam, kita diwarisi ke-khalifah-an Adam dan harus diteruskan sesuai kesanggupannya kepada Allah.
Ke-khalifah-an atau ke-imam-an melekat pada diri laki-laki dan tidak dipunyai oleh wanita.
Secara ilmiah ke-khalifah-an atau ke-imam-an melekat pada genosom (Y), yang hanya dipunyai oleh laki-laki (XY).
Oleh sebab itu ke-imam-an dan ke-khalifah-an saya hanya dapat diteruskan oleh anak laki-laki saya, karena anak laki-laki saya mewarisi genosom (Y) saya, kemudian diteruskan oleh cucu laki-laki saya dari anak laki-laki saya, demikian seterusnya.
Penerima genosom (Y) inilah yang mewarisi ke-khalifah-an atau ke-imam-an.

Dalam penelitian-penelitian genetika yang telah banyak dilakukan, menyimpulkan bahwa genosom yang diturunkan oleh ayah (baik X maupun Y) menjadi genosom yang dominan, sedangkan genosom yang diturunkan yang diturunkan oleh ibu (selalu X) 'hanya' bersifat mendampingi (melengkapi).
Dapat diilustrasikan sbb:
Semisal saya mempunyai 2 orang anak, laki-laki dan perempuan.
Pada keduanya genosom saya dominan, meski yang diturunkan berbeda, Y untuk anak laki-laki saya dan X untuk anak perempuan saya ( Y: bin dan X: binti ).
Perbedaannya akan nampak tatkala kedua anak saya menikah dan masing-masing mempunyai anak.
Pada cucu dari anak laki-laki saya (baik laki-laki maupun perempuan) genosom saya masih dominan, sehingga nama saya masih ada dibelakang nama mereka (masih satu nassaf).
Sedangkan pada cucu dari anak perempuan saya (baik laki-laki maupun perempuan) genosom saya melemah dan 'hanya' sebagai pemdamping saja, karena yang mendominasi adalah genosom dari menantu saya (ayah cucu saya), sehingga nama saya sudah tidak tercantum lagi dibelakang nama mereka ( nassaf saya 'hilang').
Memang secara nyata tidak masalah, tapi kalau ditilik dari segi irasional (hubungan batin) hal ini berbeda (maaf, tidak dapat saya jelaskan disini).
Oleh sebab itu, telah diatur bahwa seorang wanita kalau menikah maka ayah kandungnya wajib menjadi wali-nya, sedangkan laki-laki tidak diwajibkan.
Hal ini tidak dimaksudkan untuk membedakan antara wanita dan laki-laki, tapi ada sesuatu yang sangat penting disini, yaitu:
1. Hakekatnya seorang wanita yang menikah adalah mencari seorang imam yang dapat menyelamatkan dia dari api neraka, hal ini tidak mudah, oleh sebab itu diperlukan arahan dan wawasan dari seorang ayah.
2. Seorang anak perempuan harus menyadari kekuatiran dari ayahnya yang terkait dengan 'hilangnya' nassaf sang ayah, untuk itu sebagai anak yang bijak sudah selayaknya memberikan ruang bagi sang ayah untuk berperan aktif dalam menentukan calon suaminya.
3. Kasih sayang seorang ayah.

Sekian dulu, semoga bermanfaat bagi semuanya dan maaf kalau ada yang kurang berkenan, wassalam;

adiluhung nusantara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar